Dulu
aku berfikir bahwa semua yang aku rasakan adalah real, tapi sekarang, tiba tiba
semua tress yang datang dari luar tidak menghimpit seperti biasanya, jarak yang
aku dapatkan dengan impian semakin jauh, tapi rasa sakit karenanyapun perlahan
menghilang. Kelihatanya ada hubungannya antara bermeditasi dengan sel sel saraf
di otakku yang membuatku justru menganggap impian adalah hal yang ilusi. Sangat
mustahil jika dilihat dulu, hal semacam ini begitu sulit bahkan lebih baik mati
dari pada tidak mendapatkannya. Sudah sekitar dua tahun aku bermeditasi, tidak
pernah lagi aku melihat ke atas langit, dan bertanya ‘tuhan apakah engkau ada’,
‘dimanakah larinya doa doaku’. kini aku hanya dapat menerima bahwa Aku bukanlah
pewaris bumi.
Jalan
kebahagian itu seperti jalan di semak semak yang juga kita buat untuk
penderitaan, semakin banyak kita lalui, semak semakin hilang, dan menyisahkan
jalur tanah untuk berjalan. Ini seperti ketika anda mendaki gunung dan melihat
jalur setapak kaki yang sering dilalui orang, pastilah lebih mudah melalui
jalur tersebut dibanding jalan lain yang mungkin bisa tetapi masih penuh dengan
semak. Sayangnya ketika kita membuat jalur jalan untuk kebahagian begitu pula
penderitaan, ia juga berjalan pada jalur yang sama. Jika semakin mudah seseorang
bahagia, riang, tertawa terbahak bahak, biasanya ia pun juga semakin mudah
sedih, stress, menangis dll. Cara ilmiah untuk menjelaskannya mungkin lebih
bisa dimengerti.
Hipotesisnya
begini otak yang mengatur emosi yang kita kenal dengan amigdala bertanggungjawab
terhadap emosi positif dan negatif, selayaknya bagian tubuh lain bila sering
kita gunakan maka akan semakin baik, semisal otot tubuh saja, bila kita ingin
badan kita besar dan berotot, selayaknya kita melatih dan berolah raga untuk
membentuk otot otot tersebut. Demikian juga amigdala semakin anda sering
mengaktifkannya baik itu merasakan emosi bahagia ataupun emosi sedih, akan
semakin mudah jalur neuron digunakan atau dialiri sinyal sinyal listrik memicu
emosi sejenis. Karena emosi baik dan buruk diatur oleh satu bagian, tidak serta
merta amigadala dapat membedakannya. Karena itulah semakin sering anda
berbahagia maka akan semakin mudah anda menderita.
Inilah
yang diambil oleh orang orang beragama yang kita kenal dengan konsep hawa
nafsu, saya pikir orang dahulu mengetahuinya tidak dengan jalan ilmiah seperti
sekarang ini, namun mereka menganggap pengontrolan hawa nafsu penting, karena
bila hawa nafsu bisa juga disebut emosi
bahagia dikontrol itu akan mengurangi jalur emosi sedih. Mengontrolan hawa
nafsu yang mungkin juga dipahami secara tidak sengaja oleh orang orang dahulu
adalah sebuah cara untuk mendapatkan kedamaian. Salah satu cara untuk
mengontrol amigdala adalah dengan menggunakan meditasi, yaitu melatih otak
depan untuk hidup saat ini. Dan karena itu pula seseorang yang senantiasa damai
tidak mudah merasa sedih ataupun melampiaskan kebahagiaan berlebihan.
Cuma
hanya ada masalah untuk diriku, ketika kita sering bermeditasi mungkin itu akan
menghilangkan impian kita, hawa nafsu termaksud sex untuk berkeluarga dan emosi
emosi baik yang aku pikir penting. Kau tahu aku adalah orang yang rasional, aku
tidak ingin menyianyiakan hidupku hanya untuk bermeditasi, aku tidak percaya atau
setidaknya meragukan pada kehidupan setelah kematian ataupun tuhan, seandainya
aku percaya tentu dengan konsep yang berbeda dengan orang beragama. Bisa saja
meditasi hanyalah sebuah cara untuk mengelabui diri sendiri untuk mendapatkan
kedamaian ilusi. Ini akan menghapuskan jati diri kita sebagai manusia yang
memang hakekatnya adalah berkeluarga, dan bermimpi dan meraih dunia. Aku tidak
ingin menjadi seorang yang menyerah terhadap dunia, dan tidak mendapatkan
secuilpun darinya. Apalagi bila aku ingat antoni yang sering mengejekku dan
sepertinya berusaha keras agar aku tidak bermimpi. Aku takut ia dalam keadaan
benar, aku tidak dapat menerimanya, aku ingin ialah yang kalah, dan suatu saat
melihatku di tv dan berkata dengan bangga pada anak anaknya bahwa “dulu aku
pernah berteman dengannya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar