Kamis, 27 Juni 2019

Jalur Kebahagiaan


Dulu aku berfikir bahwa semua yang aku rasakan adalah real, tapi sekarang, tiba tiba semua tress yang datang dari luar tidak menghimpit seperti biasanya, jarak yang aku dapatkan dengan impian semakin jauh, tapi rasa sakit karenanyapun perlahan menghilang. Kelihatanya ada hubungannya antara bermeditasi dengan sel sel saraf di otakku yang membuatku justru menganggap impian adalah hal yang ilusi. Sangat mustahil jika dilihat dulu, hal semacam ini begitu sulit bahkan lebih baik mati dari pada tidak mendapatkannya. Sudah sekitar dua tahun aku bermeditasi, tidak pernah lagi aku melihat ke atas langit, dan bertanya ‘tuhan apakah engkau ada’, ‘dimanakah larinya doa doaku’. kini aku hanya dapat menerima bahwa Aku bukanlah pewaris bumi.

Jalan kebahagian itu seperti jalan di semak semak yang juga kita buat untuk penderitaan, semakin banyak kita lalui, semak semakin hilang, dan menyisahkan jalur tanah untuk berjalan. Ini seperti ketika anda mendaki gunung dan melihat jalur setapak kaki yang sering dilalui orang, pastilah lebih mudah melalui jalur tersebut dibanding jalan lain yang mungkin bisa tetapi masih penuh dengan semak. Sayangnya ketika kita membuat jalur jalan untuk kebahagian begitu pula penderitaan, ia juga berjalan pada jalur yang sama. Jika semakin mudah seseorang bahagia, riang, tertawa terbahak bahak, biasanya ia pun juga semakin mudah sedih, stress, menangis dll. Cara ilmiah untuk menjelaskannya mungkin lebih bisa dimengerti.

Hipotesisnya begini otak yang mengatur emosi yang kita kenal dengan amigdala bertanggungjawab terhadap emosi positif dan negatif, selayaknya bagian tubuh lain bila sering kita gunakan maka akan semakin baik, semisal otot tubuh saja, bila kita ingin badan kita besar dan berotot, selayaknya kita melatih dan berolah raga untuk membentuk otot otot tersebut. Demikian juga amigdala semakin anda sering mengaktifkannya baik itu merasakan emosi bahagia ataupun emosi sedih, akan semakin mudah jalur neuron digunakan atau dialiri sinyal sinyal listrik memicu emosi sejenis. Karena emosi baik dan buruk diatur oleh satu bagian, tidak serta merta amigadala dapat membedakannya. Karena itulah semakin sering anda berbahagia maka akan semakin mudah anda menderita.

Inilah yang diambil oleh orang orang beragama yang kita kenal dengan konsep hawa nafsu, saya pikir orang dahulu mengetahuinya tidak dengan jalan ilmiah seperti sekarang ini, namun mereka menganggap pengontrolan hawa nafsu penting, karena bila hawa nafsu  bisa juga disebut emosi bahagia dikontrol itu akan mengurangi jalur emosi sedih. Mengontrolan hawa nafsu yang mungkin juga dipahami secara tidak sengaja oleh orang orang dahulu adalah sebuah cara untuk mendapatkan kedamaian. Salah satu cara untuk mengontrol amigdala adalah dengan menggunakan meditasi, yaitu melatih otak depan untuk hidup saat ini. Dan karena itu pula seseorang yang senantiasa damai tidak mudah merasa sedih ataupun melampiaskan kebahagiaan berlebihan.

Cuma hanya ada masalah untuk diriku, ketika kita sering bermeditasi mungkin itu akan menghilangkan impian kita, hawa nafsu termaksud sex untuk berkeluarga dan emosi emosi baik yang aku pikir penting. Kau tahu aku adalah orang yang rasional, aku tidak ingin menyianyiakan hidupku hanya untuk bermeditasi, aku tidak percaya atau setidaknya meragukan pada kehidupan setelah kematian ataupun tuhan, seandainya aku percaya tentu dengan konsep yang berbeda dengan orang beragama. Bisa saja meditasi hanyalah sebuah cara untuk mengelabui diri sendiri untuk mendapatkan kedamaian ilusi. Ini akan menghapuskan jati diri kita sebagai manusia yang memang hakekatnya adalah berkeluarga, dan bermimpi dan meraih dunia. Aku tidak ingin menjadi seorang yang menyerah terhadap dunia, dan tidak mendapatkan secuilpun darinya. Apalagi bila aku ingat antoni yang sering mengejekku dan sepertinya berusaha keras agar aku tidak bermimpi. Aku takut ia dalam keadaan benar, aku tidak dapat menerimanya, aku ingin ialah yang kalah, dan suatu saat melihatku di tv dan berkata dengan bangga pada anak anaknya bahwa “dulu aku pernah berteman dengannya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar